- Pembukaan
Yudi Latif adalah salah satu sosok intelektual muda yang dimiliki oleh Bangsa ini, kehadirannya mampu memberikan warna dalam blantika pemikiran sosial, politik dan budaya, tidak saja sangat berwawasan futuristik dalam memahami dan melihat pergerakan bangsanya, namun juga mampu mengidentifikasikan secara detail posisi dan fungsi ideologi negara kita, yakni Pancasila dalam kehidupan bernegara dan berbangsa ini. Sekaligus sebenarnya menjawab keresahan banyak orang termasuk kalangan millenial tentang pertanyaan besar, apakah Pancasila dapat di implementasikan di era digital ini, tentang apakah Pancasila masih relevan dalam percaturan interaksi global yang sudah masuk dan larut dalam pergaulan kita sehari-hari.
75% - تسوق أونلاين في السعودية مع خصم 25 , أحذية ازياء رياضية الجري للرجال , adidas copa mundials in color today schedule 2016 , نمشي | Grailify - Nike Dunk Low Coast UNCL - nike roshe orange with specks on skin care faceLahir di sukabumi tanggal 26 Agustus 1964, dan pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo, gelar sarjananya ia peroleh di Universitas Padjadjaran Bandung Prodi Komunikasi dan gelar S2 dan S3 nya ia raih di Australia Nastional University bidang Sosiologi Politik. Disertasinya yang berjudul The Muslim Intelligentsia of Indonesia: A Genealogy of Its Emergence in the 20th Century (Genealogi Inteligensia Muslim Indonesia : 2004) mampu memberikan sebuah breakthrough pemikiran sosiologi dan sejarah Intelektualisme Islam. Perkembangan Jejak pemikiran intelektual-intelektual sejak zaman abad 19 sampai 20. Hadirnya buku Wawasan Pancasila ini hakikatnya melengkapi bagian sisi lain dari proses metamorfosisnya seorang Yudi Latif dalam memahami sejarah pergerakan bangsa dari mulai ideologi yang dibangun sampai kepada wujud adaptasi nilai-nilai kebangsaan Republik ini dalam era kekinian. Saya sepakat bahwa sejarah tidaklah dapat dilupakan dalam membahas era saat ini, karena sekecil apapun itu pasti ada korelasi nya pada diskursus publik kontemporer.
- Content Resensi Buku
“...Ibarat budi daya tanaman, Laju pertumbuhan Pancasila tidak dengan sendirinya akan berjalan baik-baik saja, tanpa kesengajaan merawatnya dengan penuh pemahaman, kecermatan, dan ketekunan sepanjang proses pembibitan, penanaman, pemupukan, dan pencahayaan.” Kalimat di atas (dikutip dari pernyataan penulis) merupakan perumpamaan yang menggambarkan betapa nilai dan budaya yang termuat dalam Pancasila merupakan sebuah Proses yang harus dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan (sustainable). “Khasiat Nilai” nya terletak bukan pada lomba kata-kata indah yang tersusun rapih dalam teks pidato maupun dalam materi bahan ajar di kampus atau lembaga-lembaga pendidikan, akan tetapi justeru pada pertandingan upaya implementasi nilainya dalam berbagai tindakan-tindakan nyata.
Dalam konteks yang lebih luas, bisa diibaratkan bahwa siapa saja yang berbicara tentang Pancasila maka yang harus terlintas dalam benak nya adalah pemahaman mentalitas bahwa Pancasila adalah merupakan kesatuan spiritualitas dari Bangsa yang besar ini, yaitu Indonesia, yang membentang dari Sabang sampai Merauke, dengan keanekaragaman budaya, bahasa, karakter, latar belakang historical masyarakatnya yang sangat dinamis. Selain itu juga harus memiliki pemahaman Ruhani yang menjiwai dan menginfiltrasi jiwa dari kemajemukan bangsa yang ada yang disertai semangat untuk bisa melayani kepentingan-kepentingan publik secara optimal. Dalam konteks ini Bung Hatta pernah mengingatkan bahwa :
“ ….Indonesia itu luas tanahnya, besar daerahnya, dan tersebar letaknya. Pemerintahan negara semacam itu hanya dapat diselenggarakan oleh mereka yang mempunyai tanggungjawab yang sebesar-besarnya dan mempunyai pandangan yang amat luas. Rasa tanggung jawab itu akan hidup dalam dada jika kita sanggup hidup dengan memikirkan lebih dahulu kepentingan masyarakat, keselamatan nusa, dan kehormatan bangsa.”
Melihat konten dari pendapat pendiri bangsa tersebut, memang tepatlah jika dikatakan bahwa siapa saja dari makhluk sosial bangsa Indonesia haruslah memiliki wawasan dan pemahaman yang luas tentang Indonesia, tidak saja dari sisi luas wilayah, akan tetapi juga melihatnya dari sisi sejarah proses berdirinya bangsa ini, memahami atmosphere alasan bangsa ini dapat berdiri tegak dan hadir dalam percaturan politik negara dunia selain yang tak kalah pentingnya adalah semangatnya untuk mengabdi dan membela pada segala sesuatu yang menjadi kepentingan dan kebutuhan bangsa ini. Bukan kepentingan kelompok apalagi kepentingan sesaat. Terutama jika dialamatkan pada setiap insan penyelenggara negara yang memang hadirnya bertujuan untuk memfasilitasi terpenuhinya kepentingan-kepentingan publik dalam jangka waktu panjang.
Pada bagian buku ini juga membahas mengenai bagaimana Civil Religion dipandang sebagai sebuah modal sosial yang dimiliki oleh bangsa ini. Civil religion atau agama sipil maksudnya adalah sebuah pandangan tentang filsafat negara yang dapat memberikan ruh spiritual bagi negara bangsa seperti Indonesia untuk bisa tetap bersatu dalam berbagai macam keberagaman. Nilai civil religion ini secara harmonik terletak pada kemampuan memahami Pancasila secara hakiki, secara komprehensif sehingga berbagai macam keberagaman yang di Negara Bangsa Indonesia ini (Agama, Budaya, Bahasa, dan Nilai) dapat disatukan dalam sebuah pandangan keyakinan yang sama. Agama Sipil menurut pandangan buku ini adalah sebuah keyakinan yang sangat essensial untuk memelihara disiplin sosial dalam dunia politik modern selain juga untuk mengikat semua individu pada komitmen bernegara, jadi jelas ada perbedaan antara civil Religion dengan Religion yang diakui oleh penganutnya masing-masing yang risalahnya di bawa oleh para Nabi. Simpulannya Civil Religion bisa dianggap sebagai sebuah modal sosial untuk merekatkan keberagaman/perekat sosial di negara bangsa ini, dan dia adalah Pancasila. Buku ini sangat disarankan untuk dibaca oleh siapapun yang tertarik untuk meningkatkan kemampuannya memahami bagaimana nilai-nilai Pancasila dapat diimplementasikan dalam dunia millenial kini.
Dalam bagian lain, buku ini menceritakan juga mengenai tantangan implementasi ideologi Pancasila dalam era kekinian. Indonesia adalah sebuah nations state (negara yang terdiri dari berbagai macam bangsa) merupakan salah satu negara yang paling majemuk di dunia, coba saja lihat banyak terdiri dari agama-agama di dunia hadir di Indonesia, ras, budaya, suku, aliran politik, dan kelas sosial yang beragam. Namun demikian kesamaan pandangan dalam membangun kehidupan bersama yang harmonis menjadi satu kesepakatan publik yang tak mudah untuk di ubah. Konsepsi negara majemuk sejatinya tertuang dalam pandangan hidup Pancasila. Membaca buku ini kita diajak juga untuk memahami struktur Pancasila sebagai sebuah elemen perekat dan juga sebagai titik temu, titik tuju dan titik tumpu dari berdirinya negara bangsa ini. Tantangan terbesar justeru datang dari maraknya muncul eksklusi sosial yang menampakan dirinya pada kekerasan sosial berbasis pada isu fundamentalis keagamaan (meskipun masih belum terbuktikan secara empirik bahwa ini benar-benar dilakukan oleh gerakan masyarakat yang berlatar belakang keagamaan, isu premanisme yang juga masuk menginfiltrasi pada gerakan-gerakan massa belakangan ini) ini sejatinya menujukkan masih lemahnya gerakan internalisasi, institusionalisasi dan implementasi nilai-nilai Pancasila.
Sementara dalam perspektif pembangunan dengan paradigma Pancasila, penulis menyampaikan seperti yang dikupas oleh Daren Acemoglu dan James D.Robinson dalam karya bersamanya yaitu : Why Nation Fail ? : The Origins of Power, Prosperity and Poverty (2012) bahwa pokok kegagalan pembangunan sebuah negara bukan karena semata-mata karena kurangnya adidaya atau sumber daya, melainkan karena salah urusnya aparatur penyelenggara tersebut, alias salah design kelembagaan dan tata kelola pemerintahan.
Pengelolaan pembangunan tetap harus memperhatikan keadilan material walaupun sekelompok lain yang menguasai resouces dominan akan mudah mempengaruhi arah kebijakan pembangunan yang ada bahkan mempengaruhi ide dan peradaban kelompok lainnya. Pembangunan menurut Pandangan Pancasila = Pembangunan tata nilai + tata kelola + tata sejahtera. Ini mnejadi syarat utama jika pembangunan akan berdampak positif bagi masyarakatnya. Pancasila meng-guide itu semua. Penulis dalam bagian ini menyampaikan bahwa dalam implementasinya, pembudayaan Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional itu sebaiknya dikembangkan secara horizontal dengan melibatkan segenap elemen bangsa. Maksudnya adalah bahwa proses pembangunan sejak Perencanaan sampai pada evaluasi hasil pelaksanaan pembangunan harus melibatkan seutuhnya pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Nilai-nilai Pancasila harus dijadikan sebagai tolok ukur bagi segala komponen bangsa untuk menakar apakah kebijakan-kebijakan negara dan praktik kehidupan kebangsaan sesuai atau tidak dengan imperatif-imperatif Pancasila. Dengan demikian Pancasila dapat dijadikan sebagai alat kritik sekaligus panduan bagi kebijakan negara serta perilaku aparatur negara dan warga negara, dengan cara itulah idealitas Pancasila bisa bergerak mendekati realitasnya.
Pada bagian terakhir Penulis menutup awal bab nya dengan kutipan dari Soepomo (dalam sidang BPUPK, 1945) yaitu “ ….dalam sistem kekeluragaan sikap warga negara bukan sikap yang selalu bertanya: “apakah hak-hak saya?”, akan tetapi sikap yang menanyakan : “apakah kewajiban saya sebagai anggota keluarga besar, ialah negara Indonesia ini?”...Inilah pikiran yang harus senantiasa diinsyafkan oleh kita semua.” (sebuah pandangan yang mendahului pandagannya Joh F, Kennedy Presiden Amaerika Serikat di tahun 1961 yang terkenal yaitu ask not what your country can do for you, but ask what you can do for your country, melihat ini sesungguhnya Soepomo the first).
- Penutup
Secara singkat, apa yang dibahas di buku ini dapat memberikan atmosphere baru dan segar bagi siapa saja yang ingin memahami lebih dalam dan lebih implementatif dari nilai-nilai Pancasila kita, lebih dari sekedar retorika manis dalam sebuah pidato atau penyampaian konseptual belaka dalam ruang-ruang kuliah. Pemahaman kita terhadap Pancasila sebagai sebuah pandangan hidup bangsa ini jelas sangat nyata dan implementatif, tidak ada keraguan padanya sebagai sebuah alat ukur untuk melihat apakah proses pembangunan negara bangsa ini berjalan menuju pada tujuan awal didirikannya negara ini atau malah sebaliknya telah terjadi deviasi yang besar terhadap pencapaian tujuan nasional negara bangsa ini. Terima Kasih