Alasan utama dilakukannya pembangunan kawasan bantaran sungai di suatu daerah atau perkotaan pada umumnya adalah masalah estetika kota dan refungsionalisasi bantaran sungai yang terjadi pada daerah aliran sungai tersebut. Laju pertumbuhan ekonomi suatu kota dan fasilitas yang dimiliknya, baik berupa sarana infra struktur maupun supra strukturnya menjadi alasan atau pull factor terjadinya migrasi penduduk yang massif dari desa ke kota. Kondisi ini berlangsung secara terus menerus seiring dengan pelaksanaan pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan.
adidas team water bottles for sale craigslist 2017 | nike kd 7 ext long tail black line for sale - 401 – Ietp - New Air Jordan 1 High OG OSB DIAN Blue Chill Sorrowful CD0463Bertambahnya penduduk di wilayah perkotaan ini tentu menjadi “tantangan” tersendiri bagi pemerintah kota, terutama dalam proses pemberian pelayanan publik serta penyediaan sarana lainnya seperti permukiman penduduk, ketersediaan sarana pendidikan, layanan kesehatan dan tentu saja penyediaan kesempatan lapangan pekerjaan. Beberapa hal yang disebutkan terakhir ini adalah menjadi tanggung jawab pemerintah pada setiap level pemerintahan (baik pemerintah pusat sampai pemerintah daerah), seperti yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pusat dan Daerah. Tidak terkecuali dengan Pemerintah Kota Tangerang yang juga senantiasa berupaya untuk mensuplai setiap demand yang disampaikan oleh masyarakat.
Namun demikian tetap saja tingkat demand yang disampaikan masyarakat kepada pemerintah tidak sejalan dengan kemampuan atau daya dukung pemerintah dalam pemenuhannya, terutama jika sudah menyangkut kepada persoalan pendanaan. Sehingga dibutuhkan kemampuan dari pemerintah (dalam hal ini Pemerintah Kota Tangerang) untuk melakukan penetapan skala prioritas bagi pelaksanaan pembangunannya. Sehingga hanya benar-benar kebutuhan yang mendesak yang dibutuhkan oleh wargalah yang menjadi prioritas pemerintah dalam mewujudkannya melalui implementasi kebijakan pembangunan.
Kebijakan yang Responsiveness
Sebuah kebijakan (policy) yang telah diambil oleh pemerintah senantiasa diidentikan dengan sebuah keputusan akhir yang mampu menjawab setiap permasalahan yang ada. Sebagian masyarakat bahkan meyakini bahwa kebijakan itu adalah jawaban dari tuntutan yang telah diajukannya beberapa waktu kebelakang. Oleh sebab itu menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya agar dapat menyusun sebuah kebijakan yang benar-benar dapat menggambarkan keinginan dari masyarakatnya. Dalam konteks penataan bantaran Sungai Cisadane yang telah dan akan berlangsung di Kota Tangerang sudah sepatutnya Pemerintah Kota Tangerang berkaca kembali kepada beberapa peristiwa yang sempat menjadi preseden buruk dalam penataan bantaran Sungai Cisadane ini, beberapa kasus seperti penataan bantaran sungai di kawasan mekarsari, neglasari dan sekitarnya yang mendapat penolakan keras dari warganya, kemudian kasus penggusuran lahan di kampong areal di wilayah cikokol yang juga berujung pada kisruh antara aparat dengan warga.
Proses pembuatan sebuah kebijakan publik yang baik memang haruslah mengedepankan responsivitas dari para anggota masyarakat yang terkena dampak dari implementasi sebuah kebijakan. Dalam praktek, the rationality of policy making yang lengkap memang sulit dicapai. Tapi, secara teoritis rational comprehensiveness dapat diperoleh dengan syarat para actor pembuat keputusan (baik tataran pusat maupun tataran lapangan) haruslah melakukan tugasnya secara jujur dan terbuka. Kejujuran dan keterbukaan itu meliputi beberapa bagian diantaranya (i) melakukan identifikasi persoalan berdasarkan kesepakatan secara bersama dengan melibatkan semua pihak (pemerintah dan masyarakat secara luas), (ii) melakukan identifikasi juga terhadap berbagai macam alternative yang dapat disampaikan dalam setiap permasalahan yang akan muncul dari hasil perkiraan-perkiraan, (iii) membandingkan setiap alternative-alternatif yang muncul dan empelajarinya secara bersama-sama antara masyarakat dengan pemerintah dan didiskusikan dalam kerangka mencapai kepentingan bersama (iv) memilih alternative kebijakan berdasarkan kesepakatan bersama dengan memaksimalkan pencapaian tujuan (Samodra Wibawa: 1994). Kemudian penulis menambahkannya juga dengan (v) menempatkan kesabaran dan komitmen tinggi dalam melalui setiap proses yang dilalui ini, hal ini karena hampir kebanyakan dari setiap actor kebijakan selalu saja tidak memiliki ketahanan mental dalam melalui proses ini, kesan bahwa dirinyalah yang paling tahu atas permasalahan dilapangan seringkali menghinggapi para actor kebijakan ini.
Andai saja kebijakan seperti ini dapat dioptimalkan melalui sebuah proses yang berkelanjutan (sustainable) dan memiliki komitmen yang kuat untuk tetap menjalankannya dalam setiap pengambilan keputusan (apapun masalahnya), maka penulis yakin kebijakan Pemerintah Kota Tangerang dalam melakukan Penataan Bantaran Sungai Cisadane ini akan memberikan akibat dan juga dampak yang memiliki kebermanfaatan tinggi (high valueable), tidak saja bagi kelompok elite melainkan juga bagi komunitas penduduk bantaran sungai khususnya dan masyarakat pada umumnya.