Artikel

Bunuh Diri dalam Perspektif Lemahnya Kohesivitas Sosial dan Perubahan Sistem

Bunuh diri merupakan tindakan seseorang untuk mengakhiri hidupnya secara tidak normal, artinya diluar kekuasaan sang pemilik hidup (Tuhan YME) pelaku bunuh diri itu nekat mengakhiri hidupnya. Tindakan ini bisa dikatagorikan masuk kedalam tindakan sosial yang menyimpang (social divergensi). Banyak hal yang dapat mneyebabkan seseorang melakukan tindakan menyimpang ini. Kebanyakan pendapat umum mengatakan dikarenakan lemahnya mental atau psikis seseorang atas beban hidup yang dihadapi, persoalan asmara,kemudian pelaku memutuskan untuk melakukan bunuh diri. Kali ini penulis ingin melihatnya dari perspektif yang berbeda mengapa seseorang melakukan bunuh diri dan juga bagaimana peran dari institusi sosial termasuk pemerintah dalam menekan angka bunuh diri di masyarakat.

nike-air-force-1-shadow-lucky-charms-dj5197-100-date-sortie | DD1523 , 500 - Nike WMNS AIR FORCE 1 '07 ESSENTIAL , nike city loop sneaker white women pants size , IetpShops STORE

Kohesivitas Sosial dan Perubahan Sistem

Dari Teorinya Emile Durkheim tentang suicide, dia mengatakan bahwa latar belakang mengapa seseorang melakukan tindakan bunuh diri ini diakibatkan karena beberapa hal diantaranya:  lemahnya ikatan sosial (kohesivitas sosial) yang terjadi pada institusi dimana manusia beraktivitas di dalamnya. Institusi ini dapat berupa institusi keluarga, institusi adat/budaya, institusi agama, institusi ekonomi, dll. Manusia yang lemah dalam membangun kohesivitas sosial ini cenderung selalu menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya secara individu dan terkesan merasa benar sendiri (memiliki egosentris yang tinggi). Padahal sama-sama kita ketahui bahwa dalam pergaulan sosial (begitulah hakikat manusia sebagai homo homini socius/manusia berteman dengan manusia lainnya) tidak dapat semua persoalan diselesaikan secara sendiri. artinya keberadaan karib kerabat dalam lingkungan atau institusi sosial tersebut memiliki peran yang cukup besar dalam membangun keyakinan diri dan kepercayaan diri ketika seseorang menghadapi persoalan hidup.

Tentunya masing-masing institusi memiliki peran yang berbeda satu dengan yang lainnya, peran institusi keluarga lebih dititikberatkan pada persoalan membangun komunikasi yang efektif antar anggota keluarga, dalam era kekinian ditengah kesibukan dan rutinitas  kerja para anggota keluarganya harus tetap diasadari bahwa komunikasi tatap muka (bukan hanya melalui media komunikasi seperti hp, email, web chat,dll) wajib dibangun oleh institusi ini. Peran berikutnya dapat dimainkan oleh institusi agama, yang tentunya lebih menitikberatkan kepada pemahaman tanggung jawab setiap insan manusia pada Sang Khalik di hari kemudian nanti, disamping juga menguatkan aqidah dan ketaqwaan serta kepatuhan taqlid pada Sang Pencipta bahwa segala sesuatu yang terjadi itu adalah sudah kehendak dari Allah SWT, dan sebagai manusia, kita hanya diwajibkan berikhtiar dan berdoa.

Dalam konteks lainnya, peristiwa bunuh diri juga dapat didekati melalui analisis kita terhadap perubahan sistem di masyarakat. Terutama jika kita melihatnya pada dinamika sosial dan ekonomi di dalam kehidupan masyarakat kontemporer. Pola Perilaku dari masing-masing individu akibat perubahan sistem ini sangat nampak pada gaya hidup di masyarakat. Hedonisme (paham penguasaan kepentingan dunia atas pribadi), individualistik/egois (lepasnya individu dari ikatan sosial), dan materialistik (orientasi dalam mengukur kepentingan/kesejahteraan hanya dari satu faktor saja yaitu materi) merupakan pola pergerakan perilaku yang dapat kita temui sehari-hari secara mudah. Dalam instensitas volume yang tinggi keadaan ini dapat melemahkan kolektif order (anomic suicide; Emile Durkheim) pada masing-masing anggota masyarakat. 

Peran Pemerintah dan Masyarakat

Dalam konteks ini peran pemerintah juga sangat kuat untuk mendorong terwujudnya sebuah ikatan sosial di masyarakat, agar intensitas berkomunikasi, bersilaturahim dan saling tukar pendapat dapat terus diwujudkan ditengah-tengah masyarakat yang sudah cenderung sangat materialistik, hedon dan individualistik ini.  Kuatnya ikatan sosial (kohesivitas sosial) dapat di dorong terus oleh pemerintah dan masyarakat melalui kesadaran diri melakukan pembentukan komunitas, forum silaturahim, melalui media-media ataupun ruang publik yang memang sengaja diciptakan untuk mendorong terwujudnya kondisi yang lebih kondusif agar semua orang dapat leluasa saling bercerita, saling bertukar pikiran, saling dialog sesuai dengan kepentingannya masing-masing dan disampaikan melalui media atau sarana Institusi yang terbangun dalam Ikatan Sosial tersebut.

Pemerintah juga memiliki peran penting dalam merekayasa perubahan sistem yang terjadi saat ini ditengah masyarakat kita. Upaya pemerintah untuk dapat menekan beban biaya hidup yang dirasakan oleh masyarakat, terutama oleh masyarakat yang memiliki latar belakang ekonomi lemah juga ditantang untuk dapat segera terwujud. Pemberian fasilitas pada kebutuhan-kebutuhan dasar manusia (pendidikan, kesehatan, kegiatan ekonomi, dll) juga perlu terus ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya. Karena tidak jarang aktivitas bunuh diri tersebut dilatarbelakangi karena desakan faktor ekonomi, asmara, tekanan sosial atau beban biaya hidup sehari-hari yang tidak bisa diimbanginya  ditambah dengan lemahnya ikatan sosial pelaku dalam institusi dimana dia hidup.

Mengupas persoalan fenomena bunuh diri ini memang bukan persoalan gangguan jiwa/psikologis semata, dan bukan merupakan faktor biologis (genetika) semata,  akan tetapi dalam banyak hal juga dilatarbelakangi oleh faktor kohesivitas sosial dan perubahan sistem yang terjadi sekeliling kita.

Catatan Kecil

Bambang Kurniawan
Widyaiswara Kota Tangerang & Ketua STISIP Yuppentek

terima kasih

 

About Us

Bambang Kurniawan S.Sos, M.Si, Rektor Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Yuppentek Kota Tangerang dan juga Widyaiswara BKPSDM Kota Tangerang, Selengkapnya...

Copyright © 2020 Bambangkurniawan.com | Modified by {Hammus Creative Land}